Rabu, 27 Juni 2012
Senin, 25 Juni 2012
MANAJEMEN RISIKO BANK SYARIAH
MANAJEMEN
RISIKO BANK SYARIAH
DISUSUN OLEH
Muhammad Azhari
10916005286
B / VI
PRODI PENDIDIKAN EKONOMI
FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNUVERSITAS ISLAM
NEGRI
SULTAN SYARIF
QASIM RIAU
PEKANBARU
2012
MANAJEMEN
RISIKO BANK SYARIAH
Oleh
Muhammad Azhari
A. Pendahuluan
Bank
syariah merupakan lembaga keuangan bank yang dikelola dengan dasar-dasar
syariah, baik itu berupa nilai prinsip dan konsep. Sebagai sebuah entitas
bisnis, dalam kegiatan usahanya bank khususnya bank syariah menghadapi
risiko-risiko yang memiliki potensi mendatangkan kerugian. Risiko ini tidaklah
bisa selalu dihindari tetapi harus dikelola dengan baik tanpa harus mengurangi
hasil yang harus dicapai. Risiko yang dikelola dengan tepat dapat memberikan
manfaat kepada bank dalam menghasilkan laba.
Sebagai
salah satu pilar sektor keuangan dalam melaksanakan fungsi intermediasi dan
pelayanan jasa keuangan, sektor perbankan jelas sangat memerlukan adanya
distribusi risiko yang efisien. Tingkat efisiensi dalam distribusi risiko
inilah yang nantinya menentukan alokasi sumberdaya dana di dalam perekonomian.
Oleh karena itu pelaku sektor perbankan, dan bank syariah khususnya di tuntut
untuk mampu secara efektif mengelola risiko yang dihadapinya.
Penerapan
sistem manajemen risiko pada perbankan syariah sangat diperlukan. Baik untuk
menekan kemungkinan terjadinya kerugian akibay risiko maupun memperkuat
struktur kelembagaan, misalnya kecukupan modal untuk meningkatkan kapasitas,
posisi tawar dan reputasinya dalam menggaet nasabah. Kewajiban penerapan
manajemen risiko oleh Bank Indonesia (BI) yang disusul oleh ketentuan kecukupan
modal dan menambah beban perhitungannya yang dinilai sejauh ini cukup
kompleks,telah memberikan kontribusi penting bagi kelangsungan usaha perbankan
nasional.
Tuntutan
pengelolaan risiko semakin besar dengan adanya penetapan standar-standar
Internasional oleh Bank For Internasional Settlements (BLS) dalam bentuk
Basel I dan Basel II Accord. Dan Perbankan Indonesia mau tidak mau harus mulai
masuk kedalam era pengelolaan risiko secara terpadu (integrated management)
dan pengawasan berbasis risiko (risk based supervision).
Manajemen
risiko sangat penting bagi stabilitas perbankan,hal ini karena bisnis perbankan
serat berhubungan dengan risiko. Dalam kegiatannya,baik menghadapi berbagai
risiko,seperti risiko kredit (pembiayaan),risiko pasar dan risiko operasional.
Manajemen risiko yang baik bagi bank bisa memastikan bank akan selamat dari
kehancuran jika keadaan terburuk terjadi.
Ada
beberapa alasan mengapa manajemen risiko harus diterapkan di Perbankan Syariah,
dan mengapa begitu penting. Alasan tersebut menurut zulfikar diantaranya
meliputi (1) Bank adalah perusahaan jasa yang pendapatannya diperoleh dari
interaksi dengan nasabah sehingga risdiko tidak muingkin tidak ada, (2) dengan
mengetahui risiko maka kita dapat mengantisipasi dan mengambil tindakan yang
diperlukan dalam menghadapi nasabah bermasalah, (3) dapat lebih menumbuhkan
pemahaman pengawasan,yang merupakan fungsi sangat penting dalam aktivitas
operasional, dan (4) faktor sejarah krisis Perbankan Nasional.
Sebagai
lembaga intermediasi keuangan berbasis kepercayan sudah seharusnya bank dan
bank syariah khususnya menerapkan system manajemen risiko. Hal tersebut sesuai
dengan peraturan Bank Indonesia No.5/8/PBI/2003 tentang penerapan manajemen
risiko bagi bank umum, yang mengatur agar masing-masing bank menerapkan
manajemen risiko sebagai upaya meningkatkan efektivitas Prudential Banking.
Penerapan
manajemen risiko pada perbankan mempunyai sasaran agar setiap potensi kerugian
yang akan datang dapat diidentifikasi oleh manajemen sebelum transaksi, atau
pemberian pembiayaan dilakukan. Dan konsep manajemen risiko yang terintegrasi,
diharapkan mampu memberikan suatu sort and quick report kepada board
of director guna mengetahui risk exposure yang dihadapi bank secara
keseluruhan.
B. Manajemen Risiko Bank Syariah
v Definisi Risiko Bank
Risiko
dapat didefinisikan sebagai suatu potensi terjadinya suatu peristiwa (events)
yang dapat menimbulkan kerugian. Risiko yaitu suatu kemungkinan akan terjadinya
hasil yang tidak diinginkan, yang dapat menimbulkan kerugian apabila tidak
diantisipasi serta tidak dikelola semestinya. Risiko dalam bidang perbankan
merupakan suatu kejadian potensial baik yang dapat diperkirakan (anticipated)
maupun tidak dapat diperkirakan (unanticipated) yang berdampak negatif
pada pendapatan maupun permodalan bank. Risiko-risiko tersebut tidak dapat
dihindari namun dapat dikelola dan dikendalikan.
Risiko
dapat dibedakan atas dua kelompok besar yaitu risiko yang sistematis (systematic
risk), yaitu risiko yang diakibatkan oleh adanya kondisi atau
situasi tertentu yang bersifat makro, seperti perubahan situasi politik,
perubahan kebijakan ekonomi pemerintah, perubahn situasi pasar, situasi krisis
atau resesi, dan sebagainya yang berdampak pada kondisi ekonomi secara umum;
dan Risiko yang tidak sistematis (unsystematic risk) yaitu risiko yang
unik, yang melekat pada suatu perusahaan atau bisnis tertentu saja.Macam-macam
Risiko yang dihadapi oleh Bank adalah sebagai berikut:
1.
Risiko Likuiditas
Risiko
likuiditas pasar dimana risiko yang timbul karena bank tidak mampu melakukan
offsetting tertentu dengan harga karena kondisi likuiditas pasar yang tidak
memadai atau terjadi gangguan dipasar. Risiko likuiditas pendanaan dimana
risiko yang timbul karena bank tidak mampu mencairkan assetnya atau memperoleh
pendanaan dari sumber dana lain.
2.
Risiko Pasar
Risiko
yang timbul akibat adanya perubahan variabel pasar, seperti: suku bunga, nilai
tukar, hargha equity dan harga komoditas sehingga nilai portofolio/asset yang
dimiliki bank menurun.
3.
Risiko Kredit
Dimana
risiko yang timbul akibat kegagalan (default) dari pihak lain(nasabah/debitur)
dalam memenuhi kewajibannya.
4.
Risiko Operasional
Risiko
akibat kurangnya sistem informasi atau sistem pengawasan internal yang akan
menghasilkan kerugian yang tidak diharapkan.
5.
Risiko Kepatuhan
Risiko
kepatuhan timbul sebagai akibat tidak dipatuhinya atau tidak dilaksanakannya
peraturan-peraturan atau ketentuan-ketentuan yang berlaku atau yang telah
ditetapkan baik ketentuan internal maupun eksternal.
6.
Risiko Hukum
Risiko
hukum adalah terkait dengan risiko bank yang menangtgung kerugian sebagai
akibat adanya tuntutan hukum, kelemahan dalam aspek legal atau yuridis.
Kelemahan ini diakibatkan antara lain oleh ketiadaan peraturan
perundang-undangan yang mendukung atau kelemahan perikatan seperti tidak
terpenuhinya syarat-syarat syahnya kontrak dan pengikatan agunan yang tidak
sempurna.
7.
Risiko Reputasi
Risiko
yang timbul akibat adanya publikasi negatif yang terkait dengan kegiatan usaha
bank atau karena adanya persepsi negatif terhadap bank.
8.
Risiko Strategik
Risiko
yang timbul karena adanya penetapan dan pelaksanaan strategi usaha bank yang
tidak tepat, pengambilan keputusan bisnis yang tidak tepat atau kurang
responsifnya bank terhadap perubahan-perubahan eksternal.[3]
v . Risiko-Risiko Yang Dihadapi Bank Syariah
Secara
umum, risiko yang dihadapi perbankan syariah bisa diklasifikasikan menjadi dua
bagian besar. Yakni risiko yang sama dengan yang dihadapi bank konvensional dan
risiko yang memiliki keunikan tersendiri karena harus mengikuti prinsip-prinsip
syariah. Risiko kredit, risiko pasar, risiko benchmark, risiko
operasional, risiko likuiditas, dan risiko hukum, harus dihadapi bank syariah.
Tetapi, karena harus mematuhi aturan syariah, risiko-risiko yang dihadapi bank
syariah pun menjadi berbeda.
Bank
syariah juga harus menghadapi risiko-risiko lain yang unik (khas). Risiko unik
ini muncul karena isi neraca bank syariah yang berbeda dengan bank
konvensional. Dalam hal ini pola bagi hasil (profit and loss sharing)[4]yang dilakukan bank syari’ah menambah
kemungkinan munculnya risiko-risiko lain. Seperti withdrawal risk, fiduciary
risk, dan displaced commercial risk. Dimana:
- Withdrawal risk
merupakan bagian dari spektrum risiko bisnis. Risiko ini sebagian besar
dihasilkan dari tekanan kompetitif yang dihadapi bank syariah dari
nak konvesional sebagai counterpart-nya. Bank syariah dapat
terkena withdrawal risk (risiko penarikan dana) disebabkan oleh deposan
bila keuntungan yang mereka terima lebih rendah dari tingkat return
yang diberikan oleh rival kompetitornya.
- Fiduciary risk
sebagai risiko yang secara hukum bertanggung jawab atas pelanggaran
kontrak investasi baik ketidaksesuaiannya dengan ketentuan syariah atau
salah kelola (mismanagement) terhadap dana investor.
- Displaced commercial risk adalah transfer risiko yang berhubungan dengan simpanan
kepada pemegang ekuitas. Risiko ini bisa muncul ketika bank berada di
bawah tekanan untuk mendapatkan profit, namun bank justru harus memberikan
sebagian profitnya kepada deposan akibat rendahnya tingkat return[5].
Risiko-risiko
tersebut merupakan contoh risiko unik yang harus dihadapi bank syariah. Adapu
risisko yang dihadapi bank syariah dalam operasional yang terkait denga produk
pembiayaan yang dijalankan oleh bank syariah yaitu meliputi :
v .Risiko Terkait Produk
v .Risiko Terkait Pembiayaan Berbasis Natural Certainty
Countracts (NCC)
Yang
dimaksud dengan analisis risiko pembiayaan berbasis natural certainty
countracts (NCC) adalah mengidentifikasi dan menganalisis dampak dari
seluruh risiko nasabah sehingga keputusan pembiayaan yang diambil sudah
memperhitungkan risiko yang ada dari pembiayaan natural certainty countracts,
seperti murabahah, ijarah, ijarah mutahia bit tamlik, salam dan istisna’.
Penilaian risiko ini mencakup 2 (dua) aspek, yaitu sebagai brikut :
1) Default
risk (risiko kebangkrutan).
Yakni risiko yang terjadi pada first
way out yang dipengaruhi oleh hal-hal sebagai berikut:
- Industry risk
yaitu risiko yang terjadi pada jenis usaha yang ditentukan oleh hal-hal
sebagai berikut:
- karakteristik masing-masing jenis usaha yang
bersangkutan
- riwayat eksposur pembiayaan yang bersangkutan dibank
konvensional dan pembiayaan yang bersangkutan dengan bank syariah,
terutama perkembangan non performing financing jenis usaha yang
bersangkutan.
- Kinerja keungan jenis usaha yang bersangkutan (industry
financial standard).
- Kondisi internal perusahaan nasabah, seperti manajemen,
organisasi, pemasaran, teknis produksi dan keuangan.
- Faktior negatif lainnya yang mempengaruhi perusahan
nasabah, seperti kondisi group usaha, keadaan force manjeur,
permasalahan hukum, pemogokan, kewajiban off balance sheet (L/C
impor, bank garansi) market risk (forex risk, interest risk, scurity risk),
riwayat pembayaran (tunggakan kewajiban) dan restrukturisasi pembiayaan.
2) Recovery
risk (risiko jaminan).
Yakni risiko yang terjadi pada second
way out yang dipengaruhi oleh hal-hal sebagai berikut:
- Kesempurnaan pengiktana jaminan.
- Nilai jual kemblai jaminan (marketability
jaminan).
- Faktor negatif lainnya, misalnya tuntutan hukum pihak
lain atas jaminan, lamanya transaksi ulang jaminan.
- Kredibilitas penjamin (jika ada).
v .Risiko Terkait Pembiayaan Berbasis Natural Uncertainty
Countracts (NUC)
Yang
dimaksud dengan analisi Risiko Terkait Pembiayaan Berbasis Natural
Uncertainty Countracts (NUC) adalah mengidentifikasi dan menganalisis
dampak dari seluruh risiko nasabah sehingga keputusan pembiayaan yang diambil
sudah memeprhitungkan risiko yang ada dari pembiayaan berbasis NUC, seperti mudharabah
dan musyarakah. Penilaian risiko ini mencakup 3 (tiga) aspek, yaitu
sebagai berikut:
a) Business
risk (risiko bisnis yang dibiayai)
Adalah risiko yang terjadi pada first
way out yang dipengaruhi oleh :
- Industri risk yaitu risiko yang terjadi pada jenis
usaha yang ditentukan oleh:
- Karakteristik masing-masing jenis usaha yang
bersangkutan
- Kinerja keuangan jenis uasaha yang bersangkutan (industry
financial standard)
- Faktor negative lainnya yang mempengaruhi perusahaan
nasabah, seperti kondisi group usaha, keadaan force majeure,
permasalahan hukum, pemogokan, kewajiban off balance sheet (L/C
impor, bank garansi), market risk (forex risk, interest risk,
scurity risk), riwayat pembayaran (tunggakan kewajiban) dan
restrukturisasi pembiayaan.
- Shirinking
risk (resiko berkurangnya nilai pembiayaan).Adalah risiko yang
terjadi pada second way out yang dipengaruhi oleh:
a) Unusual
bisiness risk yaitu risiko bisnis yang luar biasa yang ditentukan oleh :
- Penurunan drastis tingkat penjualan bisnis yang
dibiayai
- Penurunan drastis harga jula barang/jasa dari bisnis
yang dibiayai
- Penurunan drastis harga barang/jasa dari bisnis yang
dibiayai
b)
Jenis bagi hasil yang dilakukan, apakah profit and loss sharing atau
revenue sharing
- Untuk jenis profit and loss sharing, shirnking risk
muncul bila terjadi loss sharing yang harus ditanggung oleh bank
- Untuk jenis revenue sharing, shirnking risk
terjadi bila nasabah tidak mampu menanggung biaya (nafaqah) yang
seharusnya ditanggung nasabah, sehingga nasabah tidak mampu melanjutkan
usahanya.
c) Disaster
risk yaitu keadaan force majeure yang dampaknya sangat besar
terhadap bisnis nasabah yang dibiayai bank.
- Character
risk (risiko karakter buruk mudharib) yaitu risiko yang terjadi
pada third way out yang dipengaruhi oleh hal berikut:
a) Kelalaian nasabah dalam
menjalankan bisnis yang dibiayai bank
b) Pelanggaran ketentuan yang telah
disepakati sehingga nasabah dalam menjalankan bisnis yang dibiayai bank tidak
lagi sesuai dengan kesepakatan
c) Pengelolaan intenal perusahaan,
seperti manajemen, organisasi, pemasaran, teknis produksi, dan keuangan, yang
tidak dilakukan secara profesional sesuai dengan standar pengelolaan yang
disepakati antara bank dan nasabah.
Untuk mengatasi character risk,
bank menetapkan kovenan khusus pembiayaan musyarakah dan mudharabah. Bila
terjadi kerugian yang disebabkan oleh character risk, kerugian akan di
bebankan kepada nasabah. Untuk menjamin agar nasabah mampu menanggung kerugian
akibat risiko tersebut, maka bank menetapkan adanya jaminan (colleteral).
v Risiko Terkait Koorporasi
Kompleksitas
dan volume pembiayaan koorporasi menimbulkan risiko tambahan selain risiko yang
terkait dengan produk. Analisis risiko yang terkait dengan pembiayan korporasi
meliputi:
1)
Risiko yang timbul dari perubahan kondisi bisnis nasabah setelah pencairan
pembiayaan.
Terdapat setidaknya tiga risiko yang
dapat timbul dari perubahan kondisi bisnis nasabah setelah pencairan
pembiayaan, yaitu sebagai berikut:
- Over trading
Over trading terjadi ketika nasabah mengembangkan volume bisnis yang
besar dengan dukungan modal yang kecil (too much business volume with too
little capital). Keadaan ini akan menimbulkan krisis cash flow.
- Adverse trading
Adverse trading terjadi ketika nasabah mengembangkan bisnisnya dengan
megambil kebijakan melakukan pengeluaran tetap (fixed costs) yang
besar setiap tahunnya, serta bermain dipasar yang tingkat volume penjualannya
tidak setabil. Perusahaan yang mempunyai karakterstik seperti ini merupakan
perusahaan yang secara potensial berada dalam posisi yang lemah serta beresiko
tinggi.
- Liquidity run
Liquidity run terjadi ketika nasabah mengalami kesulitan likuiditas
karena kehilangan sumber pendapatan dan peningkatan pengeluaran yang disebabkan
oleh alasan yang tidak terduga. Kondisi ini tentu saja akan mempengaruhi
kemampuan nasabah dalam menyelesaikan kewajibannya kepada pihak bank. Sekalipun
tidak dapat memprediksi arus likuiditas sebuah perusahaan, bank dapat
menaksir apakah perusahaan tersebut memiliki likuiditas yang cukup atau dapat
memperoleh dana tambahan untuk mempertahankan caish flow
seperti sedia kala.
2)
Risiko yang timbul dari komitmen kapital yang berlebihan
Sebuah perusahaan mungkin saja
mengambil komitmen kapital yang berlebihan dan menandatangani kontark untuk
pengeluaran bersekala besar. Apabila tidak mampu untuk meghargai komitmennya,
bank dapat dipaksa untuk dilikuidasi. Bank maupun suplier pembayaran
perdagangan sering kali tidak mampu untuk mengontrol suatu pengeluaran yang
berlebihan dari sebuah perusahaan. Namun demikian, bank dapat mencoba
untuk memonitornya dengan melakukan analisis, misalnya, neraca perusahaan
tersebut yang terakhir dipublikasikan, dimana komitmen pengeluaran kapital
harus diungkap.
3)
Risiko yang timbul dari lemahnya analisis bank
Terdapat tiga macam risiko yang
timbul dari lemahnya analisis bank, yakni sebagai berikut:
a) Analisis
pembiayan yang keliru
Dalam konteks ini, terjadi bukan
karena perubahan kondisi nasabah yang tak terduga, tetapi dikernakan memang
sudah sejak awal nasabah yang bersangkutan beresiko tinggi. Keputusan
pembiayaan bisa jadi adalah keputusan yang tidak valid. Kesalahan dalam
pengambilan keputusan ini biasanya bersumber dari informasi yang tersedia kurang
akurat. Untuk mengatasi hal ini, bank memerlukan staf yang terlatih dan
berpengalaman dalam menyusun suatu pendekatan pembiayaan.
b) Creative
accounting
Creative accounting merupakan istilah yang digunakan untuk
menggambarkan kebijakan akuntansi perusahaan yang memberikan keterangan yang
menyesatkan tentang suatu laporan posisi keuangan perusahaan. Dalam kasus ini,
keuntugan dapat dibuat agar terlihat lebih besar, aset terlihat lebuh bernilai,
dan kewajiban dapat disembunyikan dari neraca keuangan.
c) Karakter
nasabah
Terkadang nasabah dapat memperdaya
bank dengan sengaja menciptakan pembiayaan macet. Bank perlu waspada
terhadap kemungkinan ini dengan mencoba untuk membuat suatu keputusan
berdasarkan informasi objektif tentang karakter nasabah.[6]
v Dampak Dari Risiko Yang Dihadapi Bank Syariah
Sebagai dampak terjadinya risiko
kerugian keuangan langsung, kerugian akibat risiko (risk loss) pada
suatu bank dapat berdampak pada pemangku kepentingan (stakeholders)
bank, yaitu pemegang saham, karyawan, dan nasabah, serta berdampak juga kepada
perekonomian secara umum.
Pengaruh risk loss pada
pemegang sahaman karyawan adalah langsung, sementara pengaruh terhadap nasabah
dan perekonomian tidak langsung. Berikut akan diuraikan dampak potensial
terhadap stakeholders dan ekonomi.
ü
Dampak
terhadap Pemegang Saham
Pengaruh risk loss terhadap pemegang
saham antara lain:
- Penurunan nilai investasi, yang akn memberikan pengaruh
terhadap penurunan harga dan/atau penurunan keuntungan,turunnya harga
saham menurunkan nilai perusahaan yang berarti turunnya kesejahteraan
pemegang saham;
- Hilangnya peluang memperoleh dividen yang seharusnya
diterima sebagai akibat dari turunnya keuntungan perusahaan;
- Kegagalan investasi yang telah dilakukan, hingga yang
paling parah adlah kebangkrutan perusahaan yang melenyapkan nilai semua
moal disetor.
ü
Dampak
terhadap Karyawan
Karyawan suatu bank dapat
terpengaruh oleh peristiwa risiko (risk event) yang menimbulkan risk
loss terkait dengan keterlibatan mereka. Pengaruh tersebut dapat berupa:
- Dikenakan sanksi indisipliner karena kelalaian yang
menimbulkan kerugian;
- Pengurangan pendapatan seperti pengurangan bonus atau
pemotongan gaji;
- Pemutusan hubungan kerja.
ü
Dampak
terhadap Nasabah
Kegagalan
dalam pengelolaan risiko dapat berpengaruh terhadap nasabah. Dampak yang
terjadi dapat secara langsung maupun tiak langsung dan tidak seketika dapat
diidentifikasikan. Pengaruh risk event yang berlangsung secara berkelanjutan,
pada gilirannya akan menimbulkan risk loss terhadap kelangsungan usaha bank itu
sendiri. Konsekuensi risk loss yang berdampak terhadap nasabah bank,
adalah:
- Merosotnya tingkat pelayanan;
- Berkurangnya jenios dan kualitas produk yang
ditawarkan;
- Krisis likuiditas sehingga menyulitkan dalam pencairan
dana;
- Perubahan peraturan.
ü
Dampak
terhadap Perekonomian
Sebagai
institusi yang mengelola uang sebagai aktivitas utamanya, bank memiliki risiko
yang melekat (inherent) secara sistematis. Risk loss yang terjadi pada suatu
bank akan menimbulkan dampak tidak hanya terhadap bank yang bersangkutan,
tetapi juga akan berdampak terhadap nasabah dan perekonomian secara keseluruhan.
Dampak yang ditimbulkan tersebut dinamakan risiko sistemik (systemic risk).
Risiko sistemik secsara spesifik
adalah risiko kegagalan bank yang dapat merusak perekonomian secara keseluruhan
dan secara langsung berampak kepada karyawn, nasabah, dan pemegang saham.
Secara
umum, masyarakat awam tidak mengenal apa yang disebut sebagai risimko sistemik.
Namun mereka tidak asing dengan istilah run on a bank (baik riil maupun
hanya persepsi dari nasabah). Artinya sebuah bank di “rush” oleh nasabah
bank yang ingin menarik kembali dananya secara bersamaandan besar-besaran.
Hal ini terjadi pada saaat bank
tidak dapat memenuhi kewajibanya. Bank tidak dapat menyediakan dana yang cukup
pada saat nasabah malakukan penarikan dananya.
Bank
sangat rentan terhadap risikmo sistemik yang melekat pada industri perbankan.
Risiko sistemik yang mempengaruhi bank-bank lain tidak dapat dihindari jika
sebuah bank mengalami risk loss. Berbagai regulasi diharapkan akan menjadi
paying pelindung bagi industri perbankan. Perlindungan tidak hanya diberikan
kepada bank terkait, yaitu pemegang saham, karyawan, dan nasabah, tetapi juga
kepada perekonomian secara keseluruhan.[7]
v Manajemen Risiko Bank Syariah
Sebagai
lembaga intermediary dan seiring dengan situasi lingkungan eksternal dan
internal perbankan yang mengalami perkembangan yang pesat, perbankan pada
umumnya dan perbakan syariah pada khususnya akan selalu berhadapan dengan berbagai
jenis risiko dengan tingkat kompleksitas yang beragam dan melekat pada kegiatan
usahanya.
Risiko-risiko tersebut tidak dapat
dihindari, tetapi dapat dikelola dan dikendalikan. Oleh karena itu perbankan,
dan bank syariah khusunya memerlukan serangkaian prosedur dan metodologi yang
dapat digunakan untuk mengidentifikasi, mengukur, memantau, dan mengendalikan
risiko yang timbul dari kegiatan usahanya[8] (Adiwarman, 2006: 255). Dalam
pelaksanaannya, proses identifikasi, pengukuran, pemantauan, dan pengendali
risiko memperhatikan hal-hal sebagai berikut :
1. Pemetaan Risiko Bisnis
Bank
mengembangkan pemetaan risiko usaha(business risk mapping) untuk
mengidentifikasi risiko utama yang mengancam perusahaan. Alat ini membantu bank
untuk mengetahui dan menentukan tempat dimana risiko berada. Manajemen harus
mengkuantifikasi magnitude dari risiko dan mengukur potensi dampaknya. Ada
nbeberapa cara yang umum dilakukan, yaitu:
- Membuat daftar berbagai
risiko yang ada, dengan mengelompokkannya ke dalam sebuah kuadran tergantung
tinggi-rendahnya tingkat kemungkinan terjadi, dan dapat berdampak kepada rugi
yang besar atau kecil.
- Membuat peta yang
menyajikan kaji9an perbandingan antara Risiko Kredit, Risiko Pasar, Risiko
Likuiditas, dan Risiko Operasional yang dihadapi Bank. Dengan membandingkan
risiko pada sebuah matriks antara dampak dan frekuensinya, manajemen akan dapat
melihat gambaran menyeluruh dari semua risiko berikut keterkaitannya satu sama
lain. Beberapa sumber informasi awal dapat diperoleh dari:
- Environmental scan
yaitu sumber informasi untuk mengevaluasi politik, ekonomi, sosial, budaya,
hokum, dan lain sebagainya.
- Dokumen keuangan seperti
proyeksi anggaran (RKAP), laporan keuangan, dan dokumen-dokumen keuangan lain
sebagai sumber informasi awal untuk melakukan analisis.
- Dokumen legal seperti
kontrak-kontrak, ketentuan hokum dan peraturan yang ada hubungannya dengan
kegiatan usaha sebagai sumber yang penting untuk dikaji.
- Hasil inspeksi di lapangan
(on-site inspection) seperti hasil pemeriksaan yang dilakukan SKAI, merupakan
sumber informasi yang sangat baik, dan bahkan sebagaim fitur berkala dari
proses Manajemen Risiko yang berkelanjutan.
- Hasil Wawancara, seperti
hasil penilaian kinerja pegawai atau wawancara langsung dengan para pegawai.
- Analisis statistic seperti
perkembangan kualitas aktiva produktif (KAP), tren komposisi simpanan dana
pihak ketiga (DPK), tingkat dan tren kegagalan system, kerugian yang terjadi,
dan sumber Risiko Operasional lainnya. Data seperti ini biasanya tersedia
secara internal.
- Benchmarking/best
practices, alat Manajemen Risiko yang juga dapat digunakan untuk
mengidentifikasi dan mengukur tindak pengendalian risiko.
- Jasa konsultasi yang
memahami Risiko dan merupakan sumber informasi mengenai klasifikasi Risiko.
2. Alat Modeling
Alat
modeling ini akan memudahkan para manajer untuk mengelola ketidakpastian.
Analisis scenario dan model proyeksi merupakan model yang paling sering
digunakan. Beberapa contoh diantaranya adalah:
- Pemakaian analisis scenario untuk
melihat rentang kemungkinan dan mempertimbangkan perubahan yang mungkin
terabaikan. Skenario ini dapat diterapkan dalam menyiapkan contingency plan (untuk
likuiditas maupun EDP).
- Menggunakan analisis statistic dan
teknik Value at Risk (VaR) untuk mengestimasi variasi kerugian yang mungkin
terjadi di masa datang. Potensi rugi ini diproyeksikan kedalam arus kas yang
akan datang atau laba, termasuk dalam analisis sensivitas, stress testing
(sebagai pelengkap pengukuran risiko suku bungs untuk melihat dampak terburuk),
dan berbagai simulasi lain.
- Model keuangan untuk mensimulasi
berbagai Risiko keuangan dn dampak dari berbagai scenario pada portofolio
kredit dan modal.
- Mengantisipasi bencana yang akan
mengganggu kelangsungan usaha, misalnya karena kelalaian atau bencana alam,
system pengolahan data tidak berfungsi. Back-up data dan latihan (drill)
menghadapi keadan darurat secara berkala akan dapat mengantisipasi apabila hal
tersebut terjadi.
- Menilai Risiko teknis selama
pembangunan produk baru dengan cara mengidentifikasi sedini mungkin potensi
adanya kesalahan dalam proses pembangunmannya.
3. Teknik mengidentifikasi dan
menilai risiko
Kelompok
teknik ini akan membantu Manajemen dalam hal menetapkan focus/memberikan
perhatian dan mengakomodasi seluruh kegiatan pengelolaan Risiko.
Beberapa diantaranya yang lazim
digunakan adalah:
- Brainstorming groups. Pejabat
atau pegawai dari berbagai Satuan Kerja berkumpul untuk mendiskusikan atau
menyatakan pendapat (brainstorm) atas sebuah atau beberapa isu.
- Workshop. Bank sebaiknya
mulai memfasilitasi workshop yang focus pada Risiko yang akn menolonh pegawai
untuk menetapkan dan memprioritaskan tujuan, mengidentifikasikan, dan menilkai
Risiko.
- Questionnaires. Satuan
Kerja Operasional diperlengkapi dengan kuesioner yang berisi tujuan dan risiko
yang mungkin timbul.
- Self-assessment.
Para manajer melakukan self-assessmant, dengan bantuan dari SKAI, Divisi
Keuangan dan control, atau dari akuntan luar.
- Filters. Risiko dikaji
terhadap beberapa filter seperti dampak yang tidak besar, Risiko yang
terkaendali, rendahnya tingkat kemungkinan terjadi, dan lain-lain.
- Assessment matrix. Matrik
ini mencangkup seperangkat pertanyaan yang meliputi elemem-elemen dari
Manajemen Risiko dan pengendalian intern. Termasuk didalamnya, best practices.
- Risk identification templates.
Satuan Kerja mendapatkan template yang akan membimbing mereka untuk
mengidentifikasi dan mengkaji Risiko mulai saat mereka merencanakan dan
menjalankan proses.
- “Bottom up” risk assessments.
Satuan Kerja mengidentifikasi dan menilai Risiko. Hasilnya diakumulasi di
tingkat pusat.
- Value at Risk (VaR) model
and worst case model. Model ini digunakan untuk menilai Risiko dengan cara
mengestimasi potensi rugi terhadap nilai sebuah posisi atau portofolio dalam
satu jangka waktu tertentu berdasarkan factor-faktor yang ada di pasar.
- Prioritizing risks.
Risiko akan ditempatkan atau diatasi berdasarkan jenjang (rank) masing-masing.
4. Peran Internet/Intranet
Pemakaian Internet/Intranet semakin
meningkat dalam mengelola Risiko. Alat ini digunakan untuk mempromosikan
kewaspadaan dan pengelolaan Risiko, untuk mendapatkan informasi mengenai Risiko
untuk area tertentu, berkomunikasi dengan pegawai, berbagai informasi mengenai
Manajemen Risiko dengan Bank lain, dan mengkomunikasikan tujuan Manajemen
Risiko Bank kepada publik
DAFTAR
PUSTAKA
Ahmad Selamet dan Hoscaro, Manajemen
Risiko Bank Syariah, 2008,
<http://shariaeconomy.blogspot.com/2008/11/manajemen_risiko_bank_syariah.html>
Diakses pada 01 November 2008.
Asep Ali Hasan Wahyu Ari Nugroho, Manajemen
Risiko, 2008,<http://hendrakholid.net/blog/manajemen_
risiko.html> Diakses pada 10
Desember 2008
Ahmad Selamet dan Hoscaro, Manajemen
Risiko Bank Syariah, 2008, http://shariaeconomy.blogspot.com/2008/11/manajemen_risiko_bank_syariah.html. Diakses pada 01 November 2008
Tariqullah Khan dan Habib Ahmed,
dalam Rahmani Timorita Yulianti, Manajemen Risiko Perbankan Syariah,2009,
<http://master.islamic.uii.ac.id/index.php?option=com_content&task=view&id=45&Itemid
=57>. Diakses Pada 30 April
2009
[5] Ibid
Adiwarman A. Karim, Bank Islam
Analisis Fiqih dan Keuangan,(Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2004), cet.
Ke-3, h. 260-271
Ferry N. Idroes, Manajemen Risiko
Perbankan: Pemahaman Pendekatan 3 Pilar Kesepakatan Basel II Terkait Aplikasi
Regulasi dan Pelaksanaannya di Indonesia, (Jakarta: PT RajaGrafindo
Persada, 2008), h. 23-25
Adiwarman Karim, Robert
Tampubolon,Risk Management ,Manajemen Risiko:Pendekatan Kualitatif untuk Bank
Komersial, (Jakarta: PT Elex Media Komputindo, 2006), cet. Ke-3, h. 105-108
Erlina Agustini, SE.I dan Darul
Ulum, SE.I
Langganan:
Postingan (Atom)